Baduy, Terlalu Indah Untuk di Exploitasi



Baduy, Terlalu Indah Untuk di Exploitasi
The image is Pixabay property

Jauh tidak menentu yang tuju (Jugjug), berjalan tanpa ada tujuan, berjalan ditepi tebing, berlindung dibalik gunung, lebih baik malu dan hina dari pada harus berperang dengan sanak saudara ataupun keluarga yang masih satu turunan. Begitulah pantun dari suku Baduy yang menetap di hutan belantara dan mengasingkan diri dari dunia modern karena tertekan oleh makin berkembang nya ajaran Islam di yang di sebarkan oleh ulama dari Saudi Arabia dan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. 


Akhirnya raja beserta senopati dan para ponggawa yang masih setia, meninggalkan kerajaan masuk hutan belantara kearah selatan dan mengikuti Hulu sungai, mereka meninggalkan tempat asalnya dengan tekad seperti yang diucapkan pada pantun upacara Suku Baduy di atas menuju “tempat” yang baru dan aman, maka tempat ini mereka sebut Lembur Singkur Mandala Singkah yang maksudnya tempat yang sunyi untuk meninggalkan perang dan akhirnya tempat ini disebut GOA/ Panembahan Arca Domas yang sangat di keramatkan.

Menurut sumber yang saya tanyakan ada 3 jenis Suku Baduy yaitu Baduy Dalam, Baduy Luar dan Baduy Muslim. Baduy Dalam adalah Suku yang masih sangat memegang teguh prinsip nya untuk tidak menerima jenis moderinasasi mulai dari elektronik, serta alat-alat mandi, Baduy Dalam tersebar dalam 3 desa yakni yakni Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana. 

Untuk Baduy Luar sendiri sudah diperbolehkan bagi pengunjung menggunakan alat-alat elektronik seperti handphone, kamera, dan alat-alat elektronik lainnya, serta sudah bisa mandi menggunakan sabun. SukuBaduy Luar menempati 27 kampung dan masih tetap di bawah tahta Puun (kepala adat Baduy). Satu lagi adalah Suku Baduy Muslim, suku ini sudah mengikuti ajaran Islam dan sudah meninggalkan hukum adat yang berlaku di Baduy Dalam dan Luar, bahkan sudah ada yang menunaikan rukun islam ke 5 (Haji).

Asal nama suku Baduy sendiri berasal dari istilah orang Arab Badui yaitu golongan yang  membangkang, tidak mau tunduk dan sulit di atur sehingga dari sebutan Badui inilah menjadi sebutan Suku Baduy.

Bila anda tinggal di Jakarta dan ingin mengunjungi suku Baduy, anda dapat menggunakan kereta dari Tanah Abang menuju Rangkasbitung dengan harga tiket Rp 4000. Begitu anda sampai di stasiun Rangkas perjalanan di lanjutkan dengan menggunakan elf ke Desa Ciboleger. Desa ini merupakan desa terakhir yang dapat di tempuh dengan kendaraan bermotor, selebihnya anda harus jalan kaki selama 4 jam untuk menuju Baduy Dalam menuju Desa Cibeo. Bila barang bawaan anda banyak dan berat bisa menyewa porter dari Suku Baduy nya sendiri dengan biaya Rp 70.000 pulang pergi. Perjalanan 4 jam naik turun bukit akan terasa sangat berat sekali apabila hujan turun, jadi ada baik nya mengunjungi Baduy saat musim panas.

Desa Cibeo adalah salah satu dari 3 desa di Baduy dalam, desa dengan populasi lebih dari 400 jiwa ini terasa sangat ramah dan welcome kepada pengunjung yang bersilaturahmi. Seperti halnya tuan rumah kami yang menyambut hangat kedatangan saya dan teman-teman ke rumah mereka. Desa Cibeo merupakan desa dari Baduy Dalam yang sudah sedikit terkontaminasi oleh dunia luar, karena terdapat banyaknya pelancong dari berbagai wilayah. Oleh sebab itu banyak dari warga yang bermata pencaharian sebagai penjual cinderamata khas Baduy seperti tas dari kulit pohon yang di rajut, gelang, dan baju suku Baduy. 

Desa Cibeo sendiri sedikit berada di luar ekspektasi saya ketika mendengar peraturan-peraturan bagi pelancong yang akan mengunjungi Baduy. Sedikit mengecewakan melihat banyaknya sampah makanan cepat saji yang berserakan di tanah Baduy yang di jaga oleh penduduk nya itu.

Dengan tidak ada nya listrik di Desa Cibeo, saat malam menjelang desa ini akan gelap gulita. Cahaya lilin merupakan satu-satunya cahaya yang tersedia di kampung ini selain dari senter pengunjung. Waktu malam bisa dimanfaatkan oleh kami dengan berbincang-bincang dengan tuan rumah yang kita tempati. Semua pertanyaan yang ada dibenak anda tentang suku Baduy dapat ditanyakan dan mereka akan menjawabnya dengan senang hati. Jangan kaget apabila mereka bercerita tentang pengalaman nya berjalan kaki ke Jakarta atau Bandung dari Baduy.

Begitulah sepenggal cerita tentang suku Baduy yang sampai saat ini masih memegang adat turun temurun dari nenek moyangnya yang masih diwariskan ke anak cucu. Banyak sekali pengalaman dan hal-hal yang dapat di petik dari perjalanan ini! Terimakasih kepada semua yang terlibat dalam trip ini.


Penulis: Musthofawalker
Lihat artikel menarik lainnya dalam https://musthofawalker.wordpress.com


No comments:

Post a Comment