Maluku, Menikmati Pulau Pombo Yang Eksotis



Maluku, Menikmati Pulau Pombo Yang Eksotis
The image is Pixabay property

Mesin kapal mulai menderu pertanda akan meninggalkan Negeri Tulehu. Suasana siang mengantarkan saya bersama teman-teman menuju Pulau Pombo. Setelah lama bongkar muat barang bawaan untuk bekal selama dua hari, kapal pun segera mengarungi laut menuju Pulau Pombo yang tak berpenghuni itu. Hujan perlahan turun membasahi kapal yang saya tumpangi. Canda tawa para penumpang kapal kayu mulai berganti dengan rasa gelisah karena kami mulai kehujanan. Perjalanan membelah Selat Haruku kini ditemani dengan hujan. Namun setengah jam kemudian, pemandangan luar biasa menyambut kami.

Masih berada di atas kapal dengan awan hitam yang menyelimuti langit, mesin kapal mulai dimatikan. Laut yang berwarna biru tua mulai tak terlihat. Sepanjang mata memandang, saya dapat melihat karang-karang di bawah laut. Air laut yang sangat bening hingga mata dibuat terkagum-kagum. Sontak teman-teman di kapal berteriak sambil tertawa kegirangan. Memang setelah jenuhnya acara hampir seminggu lamanya membuat mata haus akan keindahan. Maklum, pencinta alam, hidupnya tak bisa jauh dari alam.

Pulau Pombo yang dinanti-nanti semakin dekat. Dari kejauhan terlihat orang-orang sibuk memasukkan barang-barang ke perahu. Sekilas mereka seperti nelayan yang akan pulang setelah menangkap ikan. Kapal mulai merapat ke tepian Pulau Pombo dan satu persatu mulai turun. Kami mulai berpisah sementara untuk mencari lokasi kemah dan segera mendirikan tenda. Saya mulai tergoda untuk menelusuri pulau. Pulau ini mempunyai panjang tak lebih dari 2 km dan lebar sekitar 200 m. Untuk menelusurinya, cukup berjalan kaki sambil menikmati pemandangan alamnya. Hanya 1 jam untuk mengelilingi pulau.

Berjalan ke arah utara, dua pulau kecil tampak berjajar. Di belakangnya, pegunungan Salahutu yang hijau menghampar luas. Sungguh harmoni alam dengan perpaduan warna yang sempurna. Hijaunya pohon, birunya air laut dan pasir putih agak menguning memanjakan kedua bola mata. Sebenarnya maksud hati akan menyeberang ke dua pulau kecil itu tapi apa daya air laut mulai naik. Saya mengurungkan niat itu dan menunggu air surut esok hari. 

Acara penutupan segera berlangsung. Saya meninggalkan dua pulau kecil itu dan kembali ke keramaian. Suara sambutan dari panitia cukup keras keluar dari speaker. Sepertinya acara akan ditutup dengan pentas musik. Orang Ambon memang terkenal dengan suka akan musik. Sepatah dua patah kata keluar menutup rangkaian acara pertemuan yang dilaksanakan di Ambon ini. Diiringi tepuk tangan, acara resmi ditutup. Senja mulai tiba, air laut tak henti-hentinya menghampiri putihnya pasir. Senja tak terlalu indah jika dilihat dari sisi barat. Tertutup Pulau Seram, pulau terbesar di Ambon yang mana di sana Gunung Binaiya berdiri kokoh.

Malam pun berlalu, alunan musik reggae mengisi kekosongan Pulau Pombo. Teman-teman mulai turun ke lantai dansa yang berpasir. Saya lebih memilih membakar jagung sambil menepi ke tempat yang agak sepi. Angin bertiup cukup kencang, membantu api nyala dengan cepat. Jagung cukup nikmat menemani malam di Pulau Pombo. Namun malam ini rasanya harus segera berakhir. Kantuk datang menyerang. Saya segera kembali ke tenda untuk tidur.

Sinar mentari mulai naik di ufuk timur. Langit yang kuning mulai berganti menjadi biru. Kami akan segera bersiap pulang pada siang hari. Kesempatan ini tak saya sia-siakan untuk berkeliling mengabadikan gambar. Hari ini langit sangat cerah sekali. Awan terasa sangat dekat dengan kepala. Rasanya tak mau pulang saja. Dua hari tak cukup untuk tinggal di pulau yang indah ini. Kaki mulai melangkah ke ujung pulau dan saya sedikit kecewa. Pulau yang sangat indah ini cukup kotor karena sampah. Sampah dari Kota Ambon. Terbawa ombak sampai sini. Kadang kapal-kapal juga suka membuang sampah ke laut. Sungguh malang nian nasib pulau yang berstatus cagar alam ini.

Janji kemarin untuk menyeberang ke dua pulau di sisi utara Pulau Pombo saya tepati hari ini. Kapan lagi saya dapat kembali ke sini. Dari kejauhan terlihat burung-burung turun ke pasir dan terbang kembali. Konon kawasan konservasi ini diberi nama Pulau Pombo karena burung khas Maluku, burung Pombo (Ducula bicolor) sering singgah dan juga bersarang. Puas main-main di dua pulau kecil, saya berjalan ke sisi selatan Pulau Pombo. Tak jauh berjalan, ada hal unik yang membuat penasaran. 

Di sebelah timur Pulau Pombo, ada sebuah pohon yang tumbuh di separuh air laut. Namun penasaran itu tak ada yang bisa menjawab. Bahkan teman-teman asli Ambon pun juga tak tahu. Setelah 20 menit berjalan kemudian sampailah saya di sisi selatan Pulau Pombo. Asyik memotret pemandangan. Ternyata kapal sudah datang menjemput. Akhirnya sampai pada kenyataan bahwa saya harus meninggalkan pulau ini. Teman-teman yang lain sudah mulai naik dan kapal pun melaju kembali ke Tulehu.

Cara Mencapai Pulau Pombo

Untuk mencapai Pulau Pombo, anda dapat menggunakan speed boat dari Pelabuhan Mammokeng di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu dan Desa Liang. Waktu tempuh jika sedang musim barat diperkirakan sekitar 25 menit dari Desa Tulehu dan 15 menit dari Dusun Wainuru, Desa Liang dengan menggunakan katingting (sampan bermesin satu). Biaya yang dikeluarkan ± Rp 250.000 – Rp 500.000/PP tergantung jumlah penumpang dan besar speed boat.

Ada beberapa tips yang ingin saya share jika anda ingin mengunjungi Pulau Pombo, yaitu: 
  • Di Pulau Pombo tidak ada sumber air tawar. Bawa air air mineral untuk keperluan minum, masak dan sebagainya
  • Persiapkan bahan makanan sesuai dengan kebutuhan
  • Bawa obat-obatan jika mempunyai penyakit khusus
  • Pulau Pombo memiliki karang-karang yang bagus. Bawa alat dasar selam untuk snorkeling.
  • Persiapkan perlengkapan kemping jika ingin menginap
  • Bawa handuk dan pakaian ganti
  • Bawa sampah kembali ke daratan Ambon dan buang pada tempatnya
  • Antisipasi musim timur dengan bertanya ke BKSDA Ambon


Lihat artikel menarik lainnya dalam https://inisayadanhidupsaya.wordpress.com


No comments:

Post a Comment