Ekosistem Air Sebangau Yang Unik



Ekosistem Air Sebangau Yang Unik
The image is Pexels property

Taman Nasional Sebangau memiliki luas sekitar 568.700 hektare terletak di antara Sungai Sebangau dan Sungai Katingan. Secara administrasi wilayah ini merupakan bagian dari Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau, dan Kota Palangkaraya. Kawasan ini merupakan hutan rawa gambut yang masih tersisa di Kalteng setelah gagalnya Proyek  Lahan Gambut (PLG) sejuta hektare pada 1995.

Spead boat kami meluncur begitu kencang menyusuri sungai yang berliku-liku di Taman Nasional Sebangau, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Puluhan wartawan nasional dan lokal yang berada di sarana air yang cepat itu, ramai-ramai membidikkan kameranya, baik kamera video maupun kamera foto. Fokus bidikan kamera tertutama keberadaan sungai yang di sisi kiri dan kanannya dipenuhi dengan tanaman rasau (sejenis pandan) dan tampak menghijau.

Sesekali kamera diarahkan ke burung elang yang beterbangan di wilayah itu, kemudian juga ke binatang lutong yang melompat dari satu pohon ke pohon lain. Permukiman penduduk yang juga terdapat di beberapa lokasi sungai kawasan rawa gambut itu menjadi objek menarik foto-foto wartawan media cetak dan elektronika ini.

Tetapi ketertarikan para wartawan ini lebih terhadap kondisi air yang dilewati dalam perjalanan dalam kurun waktu sekitar satu jam ke arah pusat rehabilitasi Taman Nasional Sabangau dari Kereng Bangkirai Palangkaraya. Ini perjalanan yang mengasyikkan, dan belum pernah saya mengalami perjalanan seperti ini. 

Dalam perjalanan wisata kegiatan semiloka perubahan iklim yang membahas manfaat hutan gambut Taman Nasional Sebangau sebagai penekan pemanasan global yang diselenggarakan WWF-Indonesia itu, sejumlah wartawan nasional dan lokal sempat pula menanamkan pohon penghijauan.

Para partawan begitu antusias mendengar berbagai penjelasan dari WWF-Indonesia mengenai ekosistem rawa gambut Sebangau. Mereka juga menyaksikan tanaman anggrek, tanaman galam, tanaman balangeran dan aneka tanaman dan binatang di wilayah itu. Dalam wisata itu ada wartawan yang kemudian mengeluarkan alat pancing lalu memancing setelah melihat  banyaknya ikan berkeliaran di kawasan tersebut.

Hanya saja dari pertama turun ke spead boat hingga sampai ke pusat rehabilitasi Taman Nasional Sebangau, kalangan wartawan ini agak terheran melihat warna air di wilayah itu bagaikan ‘cocacola’. Walau airnya bewarna bagaikan ‘cocacola’ atau air teh, tetapi air itu merupakan habitat puluhan spesies ikan.

Koordinator Konservasi Taman Nasional Sebangau, bersama sejumlah wartawan menyusuri sungai tersebut mengakui air yang demikian menjadi tempat hidup dan berkembangnya banyak ikan. Tetapi ikan yang hidup dan berkembang di perairan demikian kebanyakan jenis ikan tertentu seperti ikan tauman, kihung, mihau, karandang, bakut, yang kesemuanya famili ikan gabus.

Ikan lainnya, adalah lais, tapah, patung, sepat, kapar, pepuyu, dan sejumlah ikan rawa gambut lainnya. Taman Nasional Sebangau memiliki keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, tetapi yang unik adalah ekosistem air bagaikan ‘cocacola’ itu. Ekosistem yang unik itulah yang menyebabkan Taman Nasional Sebangau Kalteng berpotensi dijadikan kawasan ekowisata.

Air Taman Nasional Sebangau bewarna kehitaman, akibat dari proses pelapukan bahan organik lahan hutan bergambut. Berdasarkan catatan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Idonesia (LIPI) pada 2006 meneliti Taman Nasional Sebangau, dan menyatakan di lokasi ini terdapat 808 jenis tumbuhan yang mengandung khasiat obat.

Taman Nasional Sebangau juga merupakan habitat sejumlah satwa, seperti burung enggang, beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus atheroides), kancil (tragulus Javanicus), macan dahan (neofelis nebulosa), tupai (tupaia spp), loris (Nycticebus coucang), serta satwa lainnya dengan spicies induk orangutan (Pongo pygmaeus).

Ada sekitar 6000-9000 ekor orangutan menghuni kawasan ini. Juga terdapat sedikitnya 106 jenis tumbuh-tumbuhan yang ada di wilayah itu, di antaranya adalah tumbuhan asli Kalimantan. Tumbuhan asli Kalimantan itu, antara lain ramin (Gonystilus bancanus), jelutung (Dyera costulata), balangeran (Shorea belangeran) bintangur (Colophyllum sclerophyllum),  meranti (Shorea spp), nyatoh (Palaquium spp), keruing (Dipterocarpus spp), agathis (Agathis spp), menjalin (Xanthophyllum spp).

Selain itu terdapat 116 spicies burung, di antaranya burung khas Kalimantan, burung enggang. Juga terdapat 35 jenis mamalia yang ada di kawasan itu selain orangutan juga ada bekantan (nasalis larvatus) merupakan satwa kera hidung besar yang hanya ada di Pulau terbesar di nusantara itu.

Masih ada pula kera lain yaitu lutung, owa-owa (Hylobates agilis), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kera abu-abu, dan beberapa jenis lainnya. Jenis anggrek terdapat anggrek hitam (Coelogyne pandurata), serta tanaman liar kantung semar (Nepenthes ampullaria) di  samping anggrek lainnya.

Kekhasan lain Taman Nasional Sabangau yaitu terdapat laboratorium alam hutan rawa gambut yang dikelola Pusat kerjasama Internasioal Pengelolaan Gambut Tropika (Cimtrop) Univeritas Palangkaraya (Unpar) sebagai lembaga riset yang memfokuskan penelitian di bidang pengelolaan hutan rawa gambut. Potensi wisata lain di taman nasional ini ialah keberadaan alamnya, terdapat jeram, lembah, serta danau-danau.

Kegiatan wisata yang bisa dinikmati di kawasan ink, antara lain menjelajah hutan rawa gambut dengan cara mengitari alur sungai, mengamati flora dan fauna yang unik dan khas, mendaki bukit, berenang di sungai, atau melihat adat istiadat dan budaya Suku Dayak, seperti acara “tiwah.”

Melihat keanekaragaman hayati di wilayah Taman Nasional Sebangau maka wilayah itu berpotensi besar menjadi objek ekowisata dunia, oleh karena itu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) WWF Indonesia telah pula menawarkan konsep pengembangan ekowisata di Taman Nasional  Sebangau.

Konsep Ekowisata yang ditawarkan WWF Indonesia tersebut berbasis masyarakat. Konsep tersebut penggabungan antara konsep “community based tourism” dan “ecotourism”. Dibuat untuk mengangkat pengembangan ekonomi tanpa melupakan konsep pembangunan berkelanjutan, dengan berakar pada potensi lokal.

Dalam pengelolaannya harus dilaksanakan secara bertanggung jawab di tempat-tempat alami, secara ekonomi harus berkelanjutan dan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat setiap generasi. Dalam pemahaman tersebut, ketika ekowisata dikembangkan maka potensi Sumber Daya Alam (SDA) maupun budaya  harus dipandang sebagai aset.

WWF Indonesia melihat kawasan Sebangau merupakan kawasan konservasi sebagai pelestarian alam, di kawasan itu tumbuh beribu jenis flora dan menjadi habitat hidup berbagai satwa dengan spesies kunci orangutan. Di sekeliling Taman Nasional Sebangau diinteraksi oleh keragaman budaya khas masyarakat Suku Dayak Kalteng dengan kehidupan tradisionalnya dalam memanfaatkan SDA tersebut.


Penulis: Hasan Zainuddin
Lihat artikel menarik lainnya dalam https://hasanzainuddin.wordpress.com


No comments:

Post a Comment