Mengamati Turis Lain Ketika Traveling



Mengamati Turis Lain Ketika Traveling
The image is Pixabay property

Istilah people watching sebenarnya tidak harus mengenai orang lokal, mengamati turis lain juga bisa sama serunya. Beda tujuan wisatanya biasanya beda juga tipe wisatawan yang datang ke tempat itu, contoh yang mudah, turis yang beredar di Kuta Bali, biasanya beda dengan yang memilih tinggal di Nusa Dua. Dan asal negara darimana turis itu berasal biasanya mencerminkan juga kebiasaan mereka di negaranya walaupun gak semua bisa disamaratakan. 

Turis Cina biasanya tidak lepas dari pengamatan ketika kita sedang traveling, ada saja ulah mereka yang membuat kita ketawa atau malah kadang kesal, walaupun demikian niat dan usaha mereka untuk menjelajahi dunia patut diacungi jempol, tidak banyak yang rela menjual harta demi bisa keliling Eropa 3 minggu, kadang mereka hanya petani dari desa yang bermimpi ingin melihat Eiffel atau berbelanja barang bermerek langsung di toko di negara asli merek itu berasal. 

Beberapa waktu lalu saya menonton di TV lokal mengenai kisah grup turis Cina ini, jadi ada salah satu jurnalis yang mengikuti mereka selama  tur di Eropa, menurut ceritanya rata-rata turis Cina ini menghabiskan € 5000 per orang untuk belanja barang bermerek, menurut mereka ini kesempatan sekali seumur hidup, sedih juga membayangkanya, mereka kerja keras di negara asalnya, lalu menabung dan menghabiskannya dalam sekejab, dan belum tentu bisa kejadian lagi dalam waktu dekat. 

Acara ini sangat lucu karena banyak menampilkan bentrok budaya ketika mereka di Eropa, coba bayangkan mereka makan croissant di Paris memakai sumpit. Mengamati turis lain ketika traveling memang seru, kadang apa yang mereka lakukan menurut mereka hal yang normal tapi belum tentu untuk orang lain, demikian juga sebaliknya. 

Suatu siang di Trieste Italia, karena hari itu hari kesekian kita di Italia, perut Asia saya pun menginginkan nasi dan lauk ala Indonesia apalagi saat itu musim dingin, rasanya saya menginginkan makanan yang biasa saya makan. Pilihannya antara restoran Thailand, Malaysia atau Cina, India juga boleh karena menu mereka juga banyak nasinya. Berjodohnya dengan restoran Cina karena itu yang kita lihat pertama kali, restorannya kosong tapi banyak meja dengan tanda reserved, banyak sekali mungkin lebih dari 50 meja. 

Menu yang kita pesan cepat sekali datangnya, langsung kita santap, tiba-tiba ketika sedang makan mendadak restoran menjadi ramai, sepertinya ada bus pariwisata berukuran besar yang menurunkan penumpangnya, mereka buru-buru duduk di kursi-kursi bertanda reserved, tanpa membuka jaket winter, lalu mereka langsung mengambil mangkok kecil di depan meja dengan sumpitnya, pelayan restoran yang sepertinya telah siap dengan jam kedatangan mereka langsung sigap menyiapkan makanan sampai meja terlihat penuh, restoran Cina yang sepi saat kita masuki tadi seketika berubah seperti pasar pagi, dipenuhi turis Cina. 

Jujur saja, kami merasa kehilangan selera makan. Cara mereka makan seperti takut ditinggal bus, disambi ngobrol juga dan suara kecapan dari setiap mulut. Jika diingat sekarang mungkin terasa lucu tapi tidak saat kejadian itu berlangsung.

Semakin sering traveling mungkin semakin sering juga kita akan bertemu dengan mereka, walaupun di Cyprus sekalipun, saya ingat saat sedang tur di dalam gereja tua di kota Paphos Cyprus, mendadak seperti banyak lebah yang datang, gereja yang sepi mendadak jadi ramai dan terlihat blits dimana-mana, padahal turis Cina yang datang ini juga biasanya memiliki pemandu wisata yang menjelaskan mengenai lokasi yang sedang mereka datangi tapi sepertinya mereka lebih senang berkeliling dan mengambil foto. 

Mengamati turis lain selain bakalan menciptakan cerita kocak dan seru, sering juga ngeselin, apalagi kalau turisnya adalah turis dari negara sendiri, pengalaman apes ini kejadian juga ketika kita lagi di Cappadocia, tepatnya ketika sedang tur di underground city. Karena sejarahnya Underground City ini sungguh menarik, saya pun mencari pemandu wisata yang tahu banyak mengenai hal ini, beruntungnya saya ketika pemandu wisata yang saat itu tersedia adalah seorang bapak tua yang adalah pemandu wisata pertama yang memandu di Underground City sejak ditemukan. 

Sesuai namanya, Underground City adalah kota yang letaknya di bawah tanah, bertingkat-tingkat namun ke bawah tanah, seperti layaknya kota di Underground City juga terdapat bekas tempat ternak, dapur, toilet, kamar bahkan altar. Sampailah kita di lantai 2 kota bawah tanah ini, pemandu menjelaskan di lantai ini dulunya adalah altar, terdapat batu besar peninggalannya masih terletak disana. 

Mendadak pemandu terdiam karena melihat segerombolan perempuan yang menggunakan pakaian seragam berwarna merah muda menaiki batu-batu tersebut dan selfie di atasnya. Dan hal yang terburuk adalah mereka berbicara dalam Bahasa Indonesia, jadilah bisa dipastikan grup turis perempuan tersebut berasal dari Indonesia. Jika ada bubuk penghilang sepertinya saya ingin menghilang saja apalagi ketika pemandu bertanya kepada saya apakah saya mengetahui bahasa apa yang mereka gunakan. 


Penulis: Jalan2liburan
Lihat artikel menarik lainnya dalam http://www.jalan2liburan.com


No comments:

Post a Comment